Selasa, 30 Desember 2014

Koleksi Leksikal dan Koleksi Gramatikal

Pendahuluan

1.1    Latar Belakang
Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna . Verhaar (1983:124) mengemukakan istilah makna gramatikal dan leksikal, sedangkan Boomfield (1933:151) mengemukakan makna sempit, dan makna luas. Tetu masih ada pendapat lain yang dapat ditambah sehingga makin lengkaplah jenis-jenis makna tersebut. Tetapi penulis membahas sebiagian dari jenis makna. Berikut ini jenis makna tersebut akan segera dipaparkan.

Pembahasan
Leksikal
Makna leksikal atau makna semantic atau makna ekstenal (Pateda, 2001:119) adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tepat, seperti yang dapat dibaca di kamus bahasa tertentu.
Contoh :
Rumah =bangunan untuk tempat tinggal manusia.
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus. Depdiknas ( 2008 : 805 )”Leksikan merupakan ( 1) berkaitan dengan kata , (2) berkaitan dengan leksem , ( berkaitan dengan kosakata”. Kridalaksana ( 2008 : 141 )” 1. Bersangkutan dengan leksem, 2 bersangkutan dengan kata, 3 dan bersangkutan dengan leksikon, dan bukan dengan gramatikal”.

Gramatikal
Makna gramatikal atau makna fungsional atau makna structural atau makna internal (Pateda, 2001:103) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya  kata dalam kalimat.
Contoh :
Berlari = melakukan aktivitas
Bersedih = dalam keadaan
Bertiga = kumpulan
Berpegangan = saling

Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’. Kridalaksana (2008:75) 1. Diterima oleh bahasawan sebagi bentuk atau susunan yang mungkin ada dalam bahasa; 2. Sesuai dengan kaidah-kaidah gramatika suatu bahasa; 3. Bersangkutan dengan gramatika suatu bahasa. Hasnah Faizah (2008:70) Makna Gramatikal aka ada jika terjadi proses gramatikal.Depdiknas (2008:461) Gramatikal adalah sesuai dengan tata bahasa, menurut tata bahasa.

7.      Sinekdoki
Adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri (Altenbernd dalam Pradopo, 2002:78).
Ibu Kota Senja
Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja
…..
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas
Menunggu waktu mengangkut maut.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, abdul. 2009. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.2002. Psikolinguistik kajian teoretik. Jakarta : Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Faizah, Hasnah. 2008. Linguistik Umum. Pekanbaru: Cendikia Insani.
Kridalaksan, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Karsinem. Koleksi Karsinem Subowo. Pekanbaru.
Lubis, Hamid. 1991. Analisisi Wacana Pragmatik. Bandung : Angkasa Bandung.
Pradopo, Rachmat. 2002. Pengkajian Puisi Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press
Pateda, Mansoer. 1986. Semantik leksikal. Flores: Nusa Indah.

Ramlan, M. 1978. Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Jumat, 12 Desember 2014

C. Riwayat Hidup dan Karya Claude Levi - Strauss

Riwayat Hidup Claude Levi-Strauss

Levi-Strauss dilahirkan pada 28 November 1905 di Brussles, Belgia. Ia adalah keturunan Yahudi. Ayahnya bernama Raymond Levi-Strauss seorang artis dan juga anggota keluarga intelektual Yahudi Perancis (Intelectual French Jewish familily). Sedangkan ibunya bernama Emma Levy. Minat utama Levi-Strauss sebenarnya adalah ilmu hukum. Ia mempelajari hukum di fakultas hukum Paris pada tahun 1927. Di tahun yang sama ia juga mempelajari filsafat di universitas Sorbonne. Ia pernah sukses dalam bidang hukum ketika ia telah mendapatkan licence dalam bidang hukum. Penguasaan dalam bidang hukum mengenai aliran-aliran filsafat materialisme historis ini turut mendorong kesuksesannya dalam bidang antropologi.

Hal yang paling penting dan sangat berpengaruh terhadap loyalitasnya di bidang antropologi adalah ketika ia membaca buku Primitive Society yang ditulis oleh Robert Lowie. Buku itu cukup mengesankan bagi Levi-Strauss dan mendorongnya untuk mengadakan beberapa studi mengenai masyarakat primitif. Bahkan ia menjadi bosan mengajar di Mont de-Marsan lycee dan berkeinginan untuk mengadakan perjalanan keliling dunia.

Apa yang diharapkan oleh Levi-Strauss, akhirnya terkabulkan setelah ia berkesempatan menjadi pengajar di Universtias Sao Paulo, Brazil. Di universitas ini ia memiliki kesempatan untuk keliling ke daerah-daerah pedalaman Brazil, serta mengunjungi berbagai suku Indian yang selama itu boleh dikatakan belum terjamah oleh peradaban Barat. Dari ekpedisi yang di dukung oleh Musee de 1’Hummed dan musium di kota Sao Paulo ini memberi kesempatan kepadanya untuk mempelajari orang-orang Indian Caduveo dan Bororo.

Pengalaman perjalanannya menjelajah daerah-daerah terpencil itu ditulisnya dalam sebuah buku yang berjudul Tristes Tropique. Buku ini bercerita tentang penderitaan orang-orang Indian di belantara Amazone. Berawal dari buku inilah yang menjadikan Levi-Strauss terkenal sampai kenegara asalnya yakni Prancis. Ia bahkan telah menghasilkan suatu karya yang sangat penting di bidang antropologi yang sesungguhnya sangat jauh dari studi formal yang dimilikinya.

Karir Levi-Strauss sempat mengalami kendala saat ia diberi kewajiban militer. Ia ditugaskan dibagian pos telekomunikasi di bidang sensor telegram. Sampai akhirnya ia diangkat menjadi liaison officer, yaitu petugas penghubung. Namun dalam situasi yang seperti itu tetap tidak menghalangi dirinya untuk menjadikannya seorang professor. Ia pun akhirnya dibebaskan dari kewajiban militer setelah menjadi seorang professor. Halangan tidak hanya sempai disitu, ia juga mengalami diskriminasi ras. Ia dipecat dari jabatannya karena ia adalah seorang Yahudi. Akhirnya Levi-Strauss diselamatkan oleh program Yayasan Rockefeller yang memiliki program penyelamatan ilmuwan dan pemikir-pemikir Eropa berdarah Yahudi di Amerika Serikat. Dari program ini Levi-Strauss berhasil datang ke New York dan selamat dari pembantaian tentara Nazi yang anti terhadap orang-orang Yahudi.

Di daerah Greenwich Village, Levi-Strauss tinggal. Di kota New York inilah Levi-Strauss semakin banyak memiliki peluang mengembangkan keilmuannya. Ia banyak berkomunikasi dengan para ilmuan buangan dari Prancis, seperti Maz Ernst, Franz Boas, Ruth Benedict, A.L. Kroever dan Ralph Linton. Ia pun berkesempatan mengajar mata kuliah etnologi di New York Ecole Libre des Hautes Etudes, yang didirikan oleh para intelektual pelarian dari Prancis.

Selama hidupnya Levi-Strauss pernah menduki jabatan-jabatan setrategis terutama di bidang pendidikan. Pada tahun 1935 sampai 1939 ia diangkat sebagai seorang Professor di Universitas Sao Paolo yang kemudian melakukan beberapa ekspedisi ke Brazil. Pada tahun 1942 sampai 1945 ia diangkat sebagai professor di New School for Social Reseach. Pada tahun 1959 ia menjadi direktur The Ecole Practique des Hautes Etude, yang bersamaan pula dengan kedudukannya sebagai pimpinan Sicial Antropology pada College de France.

Faktor yang memainkan peranan penting dalam membentuk alur pergulatan intlektualitas Levi-Strauss adalah penafsiran ulang terhadap karya dan pemikiran Mauss yang merupakan hasil didikan Durkheim. Levi-Strauss bukanlah seorang emperisis. Namun demikian, ia selalu berpandangan bahwa ia adalah seorang ahli antropologi struktural. Sebagai yang diilhami oleh Saussure, secara umum antropologi struktural menitikberatkan perhatian pada bagaimana unsur-unsur dari suatu sistem bergabung bersama-sama, bukannya pada nilai intrinsik mereka.

Tokoh sentral strukturalisme Prancis ini bahkan oleh Kurzweil (1980:13) digelari sebagai bapak strukturalisme. Levis-Strauss menerapkan strukturalisme ke bidang yang lebih luas, ke seluruh bentuk komunikasi.


Teori dan Karya Levi-Strauss

Lahirnya konsep Strukturalisme Levi-Strauss merupakan akibat dari ketidakpuasan Levi-Strauss terhadap fenomenologi dan eksistensialisme. Pasalnya para ahli antropologi pada saat ini tidak pernah mempertimbangkan peranan bahasa yang sesungguhnya sangat dekat dengan kebudayaan manusia itu sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Trites Tropique (1955) ia menyatakan bahwa penelaahan budaya perlu dilakukan dengan model linguistik seperti yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure, bukan seperti yang dikembangkan oleh Bergson.

Bagi Bergson tanda linguistik dianggap sebagai hambatan, yaitu sesuatu yang merusak impresi kesadaran individual yang halus, cepat berlalu, dan mudah rusak. Sedangkan bagi Levi-Strauss, telaah antropologi harus meniru apa yang dilakukan oleh para ahli linguistik. Levi-Strauss memandang bahwa apa yang ada di dalam kebudayaan atau perilaku manusia tidak pernah lepas dari apa yang terefleksikan dalam bahasa yang digunakan. Oleh karena itu akan terdapat kesamaan konsep antara bahasa dan budaya manusia. Singkatnya, Levi-Strauss berkeyakinan bahwa untuk mempelajari kebudayaan atau perilaku suatu masyarakat dapat dilakukan melalui bahasa.

Istilah kekerabatan, seperti halnya fonem, merupakan unsur makna; dan seperti fonem, kekerabatan memperoleh maknanya hanya dari posisi yang mereka tempati dalam suatu sistem. Kesimpulannya adalah bahwa “meskipun mereka berasal dari tatanan relitas yang lain, fenomena kekerabatan merupakan tipe yang sama dengan fenomena linguistik.

Menurut Strauss, untuk mengetahui makna struktur dalam bidang antropologi, perlu diketahui terlebih dahulu prinsip dasar dari struktur itu sendiri. Prinsip dasar struktur yang dimaksud disini adalah bahwa struktur sosial tidak berkaitan dengan realitas empiris, melainkan berkaitan dengan model-model yang dibangun menurut realitas empiris tersebut . Struktur menjadi penting untuk diketahui karena memberikan banyak informasi terhadap makna. Bangunan dari model-model itu yang akan membentuk struktur sosial.

Menurut Levi-Strauss ada empat syarat model agar terbentuk struktur sosial;

1.Sebuah struktur menawarkan sebuah karakter sistem. Struktur terdiri atas elemen-elemen seperti sebuah modifikasi apa saja, yang salah satunya akan menyeret modifikasi seluruh elemen lainnya.

2.Seluruh model termasuk dalam sebuah kelompok transformasi, di mana masing-masing berhubungan dengan sebuah model dari keluarga yang sama, sehingga seluruh transformasi ini membentuk sekelompok model.

3.Sifat-sifat yang telah ditunjukan sebelumnya tadi memungkinkan kita untuk memprakirakan dengan cara apa model akan beraksi menyangkut modifikasi salah satu dari sekian elemennya.

4.Model itu harus dibangun dengan cara sedemikian rupa sehingga keberfungsiannya bisa bertanggung jawab atas semua kejadian yang diobservasi.

Agar pemahaman mengenai teori strukturalisme Levi-Strauss lebih baik, perlu disampaikan beberapa tokoh yang cukup berpegaruh terhadap lahirnya teori ini. Di antara mereka yang sangat berpengaruh terhadap pandangan Levi-Strauss adalah; Ferdinan de Saussure, Roman Jakobson dan Nikolay Trobetzkoy. Dari ketiga pemikir linguistik ini, Levi-Strauss memiliki keyakinan bahwa studi sosial bisa dilakukan dengan model linguistik yaitu yang bersifat struktural.

Strukturalisme memiliki beberapa asumsi dasar yang berbeda dengan konsep pendekatan lain. Beberapa asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut;

1.Dalam strukturalisme ada angapan bahwa upacara-upacara, sistem-sistem kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal, pakaian dan sebagianya, secara formal semuanya dapat dikatakan sebagai bahasa-bahasa.

2.Para penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis sehingga kemampuan ini ada pada semua manusia yang normal. Kemampuan tersebut adalah kemampuan untuk structuring, untuk menstruktur, menyususun suatu struktur, atau menempelkan suatu struktur tertentu pada gejala-gejala yang dihadapinya. Dalam kehidupan sehari-hari apa yang kita dengar dan saksikan adalah perwujudan dari adanya struktur dalam tadi, akan tetapi perwujudan ini tidak pernah kompolit. Suatu struktur hanya mewujud secara parsial terhadap suatu gejala, seperti halnya suatu kalimat dalam bahasa Indonesia hanyalah wujud dari secuil struktur bahasa Indonesia.

3.Mengikuti pandangan dari de Saussure yang berpendapat bahwa suatu istilah ditentukan maknanya oleh relasi-relasinya pada suatu titik waktu tertentu, yaitu secara sinkronis, dengan istilah-istilah yang lain, para penganut strukturalisme berpendapat bahwa relasi-relasi suatu fenomena budaya dengan fenomena-fenomena yang lain pada titik waktu tertentu inilah yang menentukan makna fenomena tersebut. Hukum transformasi adalah regulasi yang tampak melalui mana suatu konfigurasi struktural berganti menjadi konfigurasi struktural yang lain.

4.Relasi-relasi yang ada pada struktur dalam dapat diperas atau disederhanakan lagi menjadi oposisi berpasangan (binary opposition). Sebagai serangkaian tanda-tanda dan simbol-simbol, fenomena budaya pada dasarnya juga dapat ditangapi dengan cara seperti di atas. Dengan metode analisis struktural makna-makna yang ditampilkan dari berbagai fenomena budaya diharapakan akan dapat menjadi lebih utuh.


Keempat asumsi dasar ini merupakan ciri utama dalam pendekatan strukturalisme. Dengan demikian dapat kita pahami juga bahwa strukturalisme Levi-Strauss menekankan pada aspek bahasa. Struktur bahasa mencerminkan struktur sosial masyarakat. Disamping itu juga Kebudayaan diyakini memiliki struktur sebagaimana yang terdapat dalam bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat.

Kamis, 11 Desember 2014

D. Perkembangan Teori - Teori Strukturalisme

Strukturalisme muncul dalam dunia akademis pada paruh kedua abad ke-20, dan tumbuh menjadi salah satu pendekatan yang paling populer di bidang akademis berkaitan dengan analisis bahasa, budaya, dan masyarakat. Karya Ferdinand de Saussure tentang linguistik umumnya dianggap sebagai titik awal dari strukturalisme. Istilah "strukturalisme" itu sendiri muncul dalam karya-karya Perancis antropolog Claude Lévi-Strauss, dan memperkenalkannya di Perancis dengan "gerakan strukturalis".

Menurut Lash sebagai pangkal tolak kemunculan strukturalisme, post strukturalisme dan post modernisme adalah meluas melalui pemikiran Prancis pada tahun 1960-an. Strukturalisme itu sendiri adalah sebuah reaksi terhadap humanisme Prancis, terutama terhadap eksistensialisme Jean-Paul Sartre.

Strukturalisme dari Strauss kemudian mempengaruhi tokoh pemikir lainnya seperti Louis Althusser, psikoanalis Jacques Lacan, serta Marxisme struktural dari Nicos Poulantzas. Sebagian besar anggota gerakan ini tidak menggambarkan diri sebagai bagian dari gerakan tersebut. Strukturalisme terkait erat dengan semiotika. Dalam perkembangan berikutnya, post-strukturalisme berusaha untuk membedakan diri dari penggunaan sederhana metode struktural. Dekonstruksi adalah sebuah upaya untuk memutuskan hubungan dengan cara berpikir strukturalistik. Beberapa intelektual seperti Julia Kristeva, misalnya, mengambil strukturalisme (dan formalisme Rusia) untuk titik awal kemudian menjadi menonjol pasca-strukturalis. Strukturalisme bahkan telah memiliki pengaruh di berbagai tingkatan dalam ilmu-ilmu sosial termasuk pengaruh besar terhadap di bidang sosiologi.

Strukturalisme adalah sebuah pendekatan terhadap ilmu-ilmu manusia yang berupaya untuk menganalisis bidang tertentu (misalnya, mitologi) sebagai sistem yang kompleks dari bagian-bagian yang saling terkait. Itu dimulai dalam linguistik dengan karya Ferdinand de Saussure (1857-1913), tetapi banyak cendekiawan Prancis dianggap memiliki aplikasi yang lebih luas, dan model segera diubah dan diterapkan pada bidang-bidang lain, seperti antropologi, psikologi, psikoanalisis, sastra teori dan arsitektur. Hal ini mengantarkan strukturalisme tidak hanya metode, tetapi juga sebuah gerakan intelektual yang selama ini menjadikan eksistensialisme sebagai tumpuan di tahun 1960-an Perancis.

Menurut Alison Assiter, terdapat empat ide umum mengenai strukturalisme yang membentuk 'kecenderungan intelektual'. Pertama, struktur apa yang menentukan posisi setiap unsur dari keseluruhan. Kedua, strukturalis percaya bahwa setiap sistem memiliki struktur. Ketiga, strukturalis tertarik dalam 'struktural' hukum yang berhubungan dengan hidup berdampingan daripada perubahan. Dan akhirnya struktur adalah 'hal-hal nyata' yang terletak di bawah permukaan atau penampilan makna.

Untuk selanjutnya, teori strukturalisme dengan segala dinamika dan perdebatan yang menyertainya, terus mengalami perkembangan. Jhon Lechte dalam 50 filsuf kontemporer bahkan mengelompokan periodesasi perkembangan teori strukturalisme menjadi, strukturalisme awal, strukturalisme dan post-strukturalisme. Masing-masing tahap perkembangan diwakili oleh tokoh teoritisi seperti pada era strukturalisme awal; Bachelard, Bakhtin, Canguilhem, Cavailles, Freud, Mauss dan Merleau-Ponty. Era strukturalisme di antaranya adalah Althusser, Benveniste, Bourdieu, Chomsky, Dumezil, Genette, Jakobson, Lacan, Levi-Strauss, Metz dan Serres. Sedangkan era pemikiran post-strukturalisme, dimunculkan tokohnya masing-masing Bataille, Deleuze, Deridda, Foucault dan Levinas.

Di antara teoritisi strukturalisme tersebut, Levi-Strauss lebih dikenal dalam karya-karyanya sebagai tokoh aliran strukturalisme. Meskipun harus tetap diakui bahwa dalam perkembangannya, setiap karya Levi-Strauss tidak dapat sepenuhnya membebaskan diri dari pengaruh pemikiran tokoh strukturalis lainnya. Meski terinspirasi kajian strukturalisme dan linguistik dari Saussure tetapi Levi-Strauss memperluas wilayah kajian ke bidang-bidang lain, termasuk di antaranya di bidang antropologi.

Di Prancis, strukturalisme semula berkembang agak tersendat. Namun berkat perjuangan kaum strukturalis dalam menentang gagasan kaum faktualitas yang diwariskan kaum positivisme dan individualitas yang ditekankan eksistensialisme, ternyata strukturalisme mendapatkan tempat dan momentum yang tepat. Bahkan, strukturalisme linguistik pasca-Saussure dan strukturalisme antropologi lambat-laun makin semarak. Belakangan muncul pula Raymond picard sebagai wakil kritik lama dan Roland Barthes sebagai wakil kritik baru.

Ada tiga kecenderungan perkembangan strukturalisme di Prancis; Pertama, kritik strukturalisme dengan tokoh sentral, antara lain, Merleau-Ponty dan Barthes. Kedua, naratologi strukturalis yang bersandar pada gagasan Vladimir Propp dan versus Greimas. Ketiga, deskripsi teks strukturalis-linguistik khasnya lewat gagasan Claude Levis-Strauss dan Michael Riffaterre.

Setelah kemunculannya, teori strukturalisme juga banyak memperoleh kritik dan terjebak dalam ruang perdebatan yang berkepanjangan dari berbagai aspek dan pendekatan. Reaksi terhadap strukturalisme semakin terasa sejak munculnya gagasan post-strukturalis yang diperkenalkan Deridda. Meski di Amerika Deridda dikenal sebagai tokoh post-strukturalis tetapi di Prancis tetap saja ia diposisikan sebagai strukturalis. Kenyataan bahwa tidak ada teori sosial yang bertahan secara kaku dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi baik di tingkat politik, sosial maupun intelektual. Strukturalisme seiring dengan kemunculan pemikir-pemikir baru yang menjadikannya sebagai wilayah dan basis kajian tidak dapat bebas dari seleksi alami perdebatan teoritik dan metodologi sebagaimana teori sosial lainnya.

Strukturalisme mulai kurang populer dari post-strukturalis dan dekonstruksi terutama karena strukturalis dipandang ahistoris dan terlalu deterministik terhadap kekuatan struktural kemampuan individu untuk bertindak. Saat pergolakan politik tahun 1960-an dan 1970-an (dan khususnya pemberontakan mahasiswa Mei 1968) mulai mempengaruhi akademisi, isu-isu kekuasaan dan perjuangan politik mengalihkan pusat perhatian orang. Tahun 1980-an, dekonstruksi dan penekanannya pada ambiguitas fundamental bahasa - lebih daripada kristalin struktur logis - menjadi justru menjadi lebih populer.

Kritik terhadap teori strukturasi yang berkembang sekaligus menunjukkan bahwa alur perjalanan kemajuan teori-teori sosial justru muncul dari gagasan dan pemikiran teoritik sebelumnya. Gidden misalnya, mengatakan dalam kritiknya terhadap strukturalisme bahwa, bahasa sebagai sistem tanda yang bersifat arbitrase ketika diterapkan ke dalam ilmu-ilmu sosial, juga jika hanya secara analogis, implikasinya cukup jauh. Apa yang utama dalam analisis sosial adalah menemukan “kode tersembunyi” yang ada dibalik gejala kasat mata, sebagaimana langue menjadi kunci otonom di balik parole. “Kode tersembunyi” itulah struktur. Tindakan individual dalam ruang dan waktu tertentu hanyalah suatu kebetulan. Kalau mau mengerti masyarakat kapitalis, misalnya, bidiklah logika-internal kinerja ‘modal’. Ada paralel antara perspektif strukturalis dan fungsionalis, yaitu pengebawahan pelaku dan tindakan pelaku, waktu, ruang, dan proses adalah soal kebetulan. Dalam kritik Giddens, perspektif ini merupakan “penolakan yang penuh skandal terhadap subjek”.

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, Shri, H., 2006, Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra, kepel Press, Yogyakarta.

Assiter, A 1984, 'Althusser dan strukturalisme', jurnal British sosiologi, vol. 35, no. 2, Blackwell Publishing,

B. Herry Priyono, Sebuah Terobosan Teoritis, dalam Majalah Basis, no. 01-02, Januari-Pebruari 2000

Ferdinand de Saussure, Pengantar Linguistik Umum (Jogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993)

Fokema DW dan Elrud Kunne-Ibsch, Teori Sastra Abad Kedua Puluh, terjemahan J. Praptadiharja dan Kiplar Silaban, Jakarta; Gramedia, 1988.

Fokkema, D.W., 1998, Teori Sastra Abad Kedua Puluh (Theories of Literature in the Twentieth Century), Gramedia, Jakarta

Giddens Anthony, Problematika Utama dalam Teori Sosial: Aksi, Struktur dan Kontradiksi dalam Analisis Sosial, Dariyatno (Pentj.), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009

Harimurti Kridalaksana, Mongin Ferdinand De Saussure Peletak Dasar Struturalisme dan Linguistik Modern, Jakarta, Yayasan Obor, 2005

Ignas Kladen, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, Jakarta, LP3S, 1987, hal, xii.

Lash, Scott, Introduction, in Post-Structuralist and Post-Modernist Sosciology, Aldershot, Eng, Edwar Elgar,

Lechte Jhon, 50 Filsuf Kontemporer, Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas, Admiranto (pentj), Yogyakarta, Kanisius, 2005

Levi-Strauss, Structural Analysis in linguistics and antropology, dalam Structural Antropology Jacobson Claire (pentj), Harmondsworth, Penguin Books, 1972,

http://postinus.wordpress.com, tanggal 4 Januari 2010 pkl. 22.07 WIB

M. Takdir ilahi, www.kabarindonesia.com, 4 Januari 2010 Pkl. 21.43

Ritzer George, Teori Sosiologi Modern, Alimandan (pentj.) Prenada Media, Jakarta, 2005

Strauss, Levi, Claude, 1958, Anthropologie Structurale (Terj. Antropologi Struktural, 2007), Kreasi Wacana, Yogyakarta.

http://wajirannet.blogspot.com/2008/01/strukturalisme-levi-strauss, tanggal 4 Januari 2010, Pkl. 1.01

http://en.wikipedia.org/wiki/Structuralism, tanggal 5 Januari 2010, pkl. 7.04. WIB


http://mahayana-mahadewa, tanggal 5 Januari 2010 pkl, 6.19 WIB.

Rabu, 10 Desember 2014

Teori Struktural

Teori struktural memandang teks sastra sebagai satu struktur dan antar unsurnya merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang saling terkait, yang membangun satu kesatuan yang lengkap dan bermakna.  Menurut Abrams, teori struktural adalah bentuk pendekatan yang obyektif karena pandangan atau pendekatan ini memandang karya sastra sebagai suatu yang mandiri. Ia harus dilihat sebagai obyek yang berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri, oleh sebab itu kritik yang dilakukan atas suatu karya sastra merupakan kajian intrinsik semata. Abrams menambahkan, bahwa suatu  karya sastra menurut kaum strukturalisme merupakan suatu totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya.

Teori struktural memandang teks sastra sebagai satu struktur dan antar unsurnya merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang saling terkait, yang membangun satu kesatuan yang lengkap dan bermakna. Cara kerja dari teori struktural adalah membongkar secara struktural unsur-unsur intrinsik, yaitu dengan mengungkapkan dan menguraikan unsur-unsur intrinsik. Analisis struktural yang menekankan otonomi teks sastra, menurut Teeuw, ternyata belum  merupakan teori sastra. Bahkan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap sehingga dapat membahayakan pengembangan teori sastra. Analisis berdasarkan konsep otonomi karya sastra juga menghilangkan konteksnya dan fungsinya. Akibatnya, karya sastra itu terasing dan akan kehilangan relevansi sosial budayanya. Makna karya sastra (puisi, cerpen, novel) tidak hanya ditentukan oleh struktur itu sendiri, tetapi juga latar belakang pengarang, lingkungan sosial budaya, politik, ekonomi dan psikologis pengarangnya. Faktor-faktor ekstrinsik yang disebutkan tadi memberikan andil yang besar kepada pengarang untuk melahirkan karyanya. Mengingat sastra tidak bisa dilepaskan dengan realitas kehidupan masyarakat, maka faktor-faktor lingkungan, kebudayaan dan semangat zaman, tak bisa diabaikan. Dengan demikian, gerakan otonomi karya sastra sesungguhnya berarti menempatkan pada ruang yang terpencil. Dalam kaitan inilah pendekatan struktural kemudian digugat karna dianggap terdapat kelemahan didalam analisisnya.



Selasa, 09 Desember 2014

Teori Strukturalisme levis - Strauss Pendahuluan

       I.            Pengantar

Membahas mengenai manusia sungguh sangat luas dan kompleks. Berbagai bidang ilmu memusatkan perhatian masing-masing untuk memahami manusia. Misalnya, Biologi mencoba memahami manusia dari sudut biologisnya, psikologi mencoba melihat manusia dari sisi ke jiwaan dan perilakunya, dan masih banyak lagi lainnya.
Dalam makalah ini kami akan membahas teori Strukturalisme dari Lévi-Strauss. Kami pemakalah akan memberikan pemaparan mengenai teori strukturalisme dari Levi-Strauss. Teori strukturalisme pada intinya berpendapat bahwa dalam segala keanekaragaman budaya tentu ada sebuah struktur pembentuk yang sifatnya universal, sama dimanapun dan kapanpun. Claude Levi-Strauss sendiri dikenal sebagai Bapak Strukturalisme, karena memang beliaulah yang pertama kali menjelaskannya secara lebih rinci dan detail.

    II.            Rumusan Masalah?
a)      Seperti apakah biografi Levi-Strausa?
b)      Bagaimana Penjelasan teori strukturalisme dari Levi-Strausa?
c)      Bagaimanakah tanggapan kritis strukturalisme ini?


POKOK BAHASAN

A.    Hidup dan Karya Lévi-Strauss
Claude Lévi-Strauss adalah seorang antropolog sosial Perancis dan filsuf strukturalis.[1] Ia lahir di Brussels, Belgia, pada 28 Nopember 1908 sebagai seorang keturuan Yahudi. Namun pada tahun 1909 orang tuanya pindah ke Paris, Perancis. Ayahnya bernama Raymond Lévi-Strauss dan ibunya bernama Emma Levy. Sejak kecil Lévi-Strauss sudah mulai bersentuhan dengan dunia seni, yang kelak akan banyak ditekuninya ketika dewasa, karena memang ayahnya adalah seorang pelukis.
Sesungguhnya pendidikan formal dan minat Lévi-Strauss pada awalnya bukanlah Antropologi. Pada tahun 1927, Lévi-Strauss masuk Fakultas Hukum Paris dan pada saat yang sama itu pula, ia pun mempelajari filsafat di Universitas Sorbonne. Studi hukum diselesaikannya hanya dalam waktu satu tahun. Sedangkan dari studi filsafat, aliran materialisme menjadi aliran yang banyak mempengaruhi pemikirannya. Salah satu argument materialisme adalah segala sesuatu harus bisa diukur, diverivikasi, dan diindera. Namun pada suatu saat Levi-Strauss mengungkapkan kebosanannya dalam mengajar. Kemudian setelah membaca buku Primitive Social karya Robert Lowie, seorang ahli antropologi. Bermula dari membaca buku Robert Lowie itulah ketertarikannya akan dunia antropologi muncul. Akhirnya, Levi-Strauss semakin jelas berpaling kepada Antropologi ketika mengajar di Sao Paulo, Brazil, dan melakukan studi antropologi yang lebih luas di pusat Brazil. Selama mengajar di Brazil itulah ia mulai banyak melakukan ekspedisi di daerah-daerah pedalaman Brazil. Heddy Shri dalam bukunya menyebutkan, ekspedisi pertamanya adalah ke daerah Mato Grosso. Dari ekspedisi itu Levi-Strauss merasa mendapatkan pengalaman batin yang menginspirasikan banyak hal, yang tertuang dalam bukunya Trites Tropique. Itulah karya pertamanya dan sekaligus mengukuhkan dirinya masuk kedalam bidang antropologi.
Dalam prosesnya melakukan penelitian dan pengamatan banyak terbentur hambatan. Hal ini salah satunya tidak lepas dari karena ia termasuk keturunan Yahudi, yang saat itu dalam pergolakan pembantaian oleh Jerman. Sampai ia akhirnya harus mengalami pemecatan. Pada tahun 1947, ia kembali ke Perancis dan pada tahun berikutnya ia diangkat sebagai maitre de recherché selama beberapa bulan di CNRS (Center National de la Recherche Scintifique/Pusat Penelitian Ilmiah Nasional). Pada tahun yang sama, ia menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Sorbonne, dengan disertasi Les Structures elementaires de la parente. Levi-Strauss dianggap sebagai pendiri strukturalisme, sebuah paham yang memegang bahwa kode terstruktur adalah sumber makna dan bahwa unsur-unsur struktur yang harus dipahami melalui hubungan timbal balik mereka. Lebih lanjut, bahwa struktur sosial adalahkebebasan dari kesadaran manusia dan ditemukan dalam mitos dan ritual. Secara singkat, itulah inti dari teori strukturalisme menurut pendapat Levi-Strauss.
Levi-Strauss banyak menghasilkan karya-karya tulis besar yang sangat menarik banyak perhatian banyak kalangan, baik dari intelektual maupun awam. Karya-karya terbesar tersebut antara lain: The Elementary Structures of Kinship (1949), Structural Anthropology (1958),The Savage Mind (1962), and the Mythologics, 4 vols. (1964–72). Mythologics sendiri terdiri dari tetralogi The Raw and The Cooked, From Honey to Ashes, The Origin of Table Manners, dan The Naked Man.

B.     Teori Strukturalisme Dan Penelitian Lévi-Strauss
Secara umum, istilah strukturalisme banyak dikenal dalam Filsafat Sosial. Filsafat Eropa modern sering menyebut bahwa strukturalisme adalah sebuah fenomena sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa fenomena itu tidak peduli seberapa dangkal beragam wujudnya. Secara singkat, strukturalisme adalah fenomena social yang secara internal dihubungkan dan diatur sesuai dengan beberapa pola yang tidak disadari. Hubungan-hubungan internal dan pola merupakan struktur, dan mengungkap struktur-struktur ini adalah objek studi manusia. Pada umumnya, sebuah struktur bersifat utuh, transformasional, dan meregulasi diri sendiri (self-regulatory). Strukturalisme adalah metodologi yang menekankan struktur daripada substansi dan hubungan daripada hal. Hal ini menyatakan bahwa sesuatu selalu keluar hanya sebagai elemen dari penanda suatu sistem.
Metodologi Struktural sesungguhnya berasal dari struktural linguistik dari Saussure, yang menggambarkan bahwa bahasa sebagai sebuah tanda dari aturan sistem sosial. Baru pada tahun 1940, ia mengusulkan bahwa fokus yang tepat penyelidikan antropologi berada di mendasari pola-pola pemikiran manusia yang menghasilkan kategori budaya yang mengatur pandangan dunia sampai sekarang dipelajari. Kemudian pada tahun 1960, Claude Levi-Strauss melanjutkanmetodologi ini, tidak hanya untuk antropologi (strukturalisme antropologi) tetapi, memang, untukpenanda semua sistem. Namum memang Levi-Strausslah pada umumnya yang dianggap sebagai pendiri strukturalisme modern. Melalui karyanya, strukturalisme menjadi tren intelektual utama di Eropa Barat, khususnya Perancis, dan sangat mempengaruhi studi tentang ilmu-ilmu manusia.
Pada tahun 1972, Levi-Strauss mengeluarkan bukunya yang berjudul Strukturalisme dan Ekologi menjelaskan secara rinci rincian prinsip dari apa yang akan menjadi antropologi struktural. Di dalamnya, ia mengusulkan bahwa budaya, seperti bahasa, terdiri dari aturan tersembunyi yang mengatur perilaku praktisi.[3] Apa yang membuat budaya yang unik dan berbeda dari satu sama lain adalah aturan tersembunyi bagi pemahaman anggota tetapi tidak dapat mengartikulasikan, dengan demikian, tujuan antropologi struktural adalah untuk mengidentifikasi aturan-aturan ini. Dia mempertahankan budaya yang adalah proses dialektika: tesis, antitesis, dan sintesis.
Ahli antropologi mungkin menemukan proses berpikir yang mendasari perilaku manusia dengan memeriksa hal-hal seperti kekerabatan, mitos, dan bahasa. Lebih lanjut, bahwa ada realitas tersembunyi di balik semua ekspresi budaya. Selanjutnya strukturalis bertujuan untuk memahami makna yang mendasari pemikiran manusia yang terungkap melalui aktivitas budaya. Pada dasarnya, unsur-unsur budaya yang tidak jelas dalam dan dari dirinya sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem yang berarti. Sebagai model analitis, strukturalisme menganggap universalitas proses pemikiran manusia dalam upaya untuk menjelaskan “struktur dalam” atau makna yang mendasari yang ada dalam fenomena budaya.

C.     Implementasi Teori
Pada masa ini kita masih bisa banyak menemukan penelitian-penelitian yang menggunakan teori strukturalisme. Kita bisa mengambil contoh peneliti yang ingin mengetahui struktur pemikiran orang Surabaya sehingga dalam budayanya cenderung kasar, misalnya bahasa. Peneliti tersebut membandingkan dengan struktur pemikiran yang ada didalam budaya Yogyakarta yang cenderung lebih ramah. Antara Surabaya dan Yogyakarta yang walaupun kelihatannya berbeda sebenarnya ada sebuah struktur sama di dalam budaya. Dengan memahami struktur dalam budaya peneliti akan mengetahui sebuah keuniversalan dalam budaya. Mungkin itulah yang akan dikatakan oleh para ahli strukturalisme. Strukturalisme membantu memetakan pola perilaku manusia dalam budaya.

D. TANGGAPAN KRITIS
Secara umum, strukturalisme menuai banyak kritik dari sisi epistemology. Validitas penjelasan struktural telah ditentang dengan alasan bahwa metode strukturalis yang tidak tepat dan tergantung pada pengamat. Artinya unsur subjektivisme sangat erat dalam penelitian strukturalisme. Satu peneliti dan menghasilkan hasil yang sama sekali lain dengan peneliti lainnya.
Paradigma strukturalisme terutama berkaitan dengan struktur jiwa manusia, dan tidak membahas aspek sejarah atau perubahan budaya. Pendekatan sinkronis, yang menganjurkan sebuah “kesatuan psikis” dari semua pikiran manusia, telah dikritik karena tidak memperhitungkan tindakan manusia individu historis. Dalam pemikiran strukturalis, ide-ide yang bertentangan secara inheren ada dalam bentuk oposisi biner, namun konflik-konflik ini tidak menemukan resolusi. Dalam pemikiran Marxis struktural, pentingnya perubahan abadi dalam masyarakat adalah mencatat: “Ketika kontradiksi internal antara struktur atau dalam struktur tidak bisa diatasi, struktur tidak mereproduksi tetapi diubah atau berevolusi”. Selanjutnya, yang lain telah mengkritik strukturalisme karena kurangnya perhatian dengan individualitas manusia. Budaya relativis sangat kritis terhadap ini karena mereka percaya struktural “rasionalitas” melukiskan pemikiran manusia sebagai seragam dan seragam. Budaya selalu mengandung unsur relative di dalamnya dan tidak bisa disamakan atau diseragamkan. Selain mereka yang memodifikasi paradigma strukturalis dan kritik ada reaksi lain yang dikenal sebagai Meskipun poststructuralists dipengaruhi oleh ide-ide strukturalis diajukan oleh Levi-Strauss “pascastrukturalisme.”, Pekerjaan mereka memiliki lebih berkualitas refleksif. Pierre Bourdieu adalah pascastrukturalis yang “… melihat struktur sebagai sebuah produk ciptaan manusia, meskipun para peserta mungkin tidak sadar akan struktur”. Daripada gagasan strukturalis dari universalitas proses pemikiran manusia yang ditemukan dalam struktur pikiran manusia, Bourdieu mengusulkan bahwa proses berpikir dominan adalah produk dari masyarakat dan menentukan bagaimana orang bertindak. Lain reaksi terhadap strukturalisme didasarkan pada penyelidikan ilmiah. Dalam setiap bentuk penyelidikan yang bertanggung jawab, teori harus difalsifikasi. analisis struktural tidak memungkinkan ini atau untuk validasi eksternal.

KESIMPULAN

Pada bagian ini kami pemakalah akan sedikit memberikan rangkuman atas hasil pemaparan keseluruhan tulisan ini. Sekiranya ada dua hal yang ingin kami tekankan. Pertama,yaitu bahwa argument utama strukturalisme adalah bahwa dalam setiap budaya terdapat sebuah struktur yang universal, sama dimanapun dan kapanpun. Banyak penelitian yang menggunakan teori strukturalisme tersebut. Tujuannya untuk memahami pola dalam kebudayaan.
Kedua, nyatanya teori strukturalisme mendapatkan banyak kritik dan sorotan yang tajam. Salah satunya yang mengena adalah bahwa manusia merupakan makluk yang komplek. Kekomplekan itu juga terbawa dalam perilaku budaya yang mereka hasilkan pula. Jika manusia kompleks maka usaha untuk “menyeragamkan” manusia dengan sebuah struktur yang pasti sungguh sangat terdengar naïf. Strukturalisme memang baik sebagai sebuah metodologi memahami manusia dan budaya. Strukturalisme adalah alat dan bukan tujuan dalam memahami manusia dengan segala kekomplekannya.




Senin, 08 Desember 2014

Teori Strukturalisme Levi-Strauss

TEORI STRUKTURALISME LEVI-STRAUSS



PENDAHULUAN

       I.            Pengantar
Membahas mengenai manusia sungguh sangat luas dan kompleks. Berbagai bidang ilmu memusatkan perhatian masing-masing untuk memahami manusia. Misalnya, Biologi mencoba memahami manusia dari sudut biologisnya, psikologi mencoba melihat manusia dari sisi ke jiwaan dan perilakunya, dan masih banyak lagi lainnya.
Dalam makalah ini kami akan membahas teori Strukturalisme dari Lévi-Strauss. Kami pemakalah akan memberikan pemaparan mengenai teori strukturalisme dari Levi-Strauss. Teori strukturalisme pada intinya berpendapat bahwa dalam segala keanekaragaman budaya tentu ada sebuah struktur pembentuk yang sifatnya universal, sama dimanapun dan kapanpun. Claude Levi-Strauss sendiri dikenal sebagai Bapak Strukturalisme, karena memang beliaulah yang pertama kali menjelaskannya secara lebih rinci dan detail.
    II.            Rumusan Masalah?
a)      Seperti apakah biografi Levi-Strausa?
b)      Bagaimana Penjelasan teori strukturalisme dari Levi-Strausa?
c)      Bagaimanakah tanggapan kritis strukturalisme ini?


POKOK BAHASAN

A.    Hidup dan Karya Lévi-Strauss
Claude Lévi-Strauss adalah seorang antropolog sosial Perancis dan filsuf strukturalis.[1] Ia lahir di Brussels, Belgia, pada 28 Nopember 1908 sebagai seorang keturuan Yahudi. Namun pada tahun 1909 orang tuanya pindah ke Paris, Perancis. Ayahnya bernama Raymond Lévi-Strauss dan ibunya bernama Emma Levy. Sejak kecil Lévi-Strauss sudah mulai bersentuhan dengan dunia seni, yang kelak akan banyak ditekuninya ketika dewasa, karena memang ayahnya adalah seorang pelukis.
Sesungguhnya pendidikan formal dan minat Lévi-Strauss pada awalnya bukanlah Antropologi. Pada tahun 1927, Lévi-Strauss masuk Fakultas Hukum Paris dan pada saat yang sama itu pula, ia pun mempelajari filsafat di Universitas Sorbonne. Studi hukum diselesaikannya hanya dalam waktu satu tahun. Sedangkan dari studi filsafat, aliran materialisme menjadi aliran yang banyak mempengaruhi pemikirannya. Salah satu argument materialisme adalah segala sesuatu harus bisa diukur, diverivikasi, dan diindera. Namun pada suatu saat Levi-Strauss mengungkapkan kebosanannya dalam mengajar. Kemudian setelah membaca buku Primitive Social karya Robert Lowie, seorang ahli antropologi. Bermula dari membaca buku Robert Lowie itulah ketertarikannya akan dunia antropologi muncul. Akhirnya, Levi-Strauss semakin jelas berpaling kepada Antropologi ketika mengajar di Sao Paulo, Brazil, dan melakukan studi antropologi yang lebih luas di pusat Brazil. Selama mengajar di Brazil itulah ia mulai banyak melakukan ekspedisi di daerah-daerah pedalaman Brazil. Heddy Shri dalam bukunya menyebutkan, ekspedisi pertamanya adalah ke daerah Mato Grosso. Dari ekspedisi itu Levi-Strauss merasa mendapatkan pengalaman batin yang menginspirasikan banyak hal, yang tertuang dalam bukunya Trites Tropique. Itulah karya pertamanya dan sekaligus mengukuhkan dirinya masuk kedalam bidang antropologi.
Dalam prosesnya melakukan penelitian dan pengamatan banyak terbentur hambatan. Hal ini salah satunya tidak lepas dari karena ia termasuk keturunan Yahudi, yang saat itu dalam pergolakan pembantaian oleh Jerman. Sampai ia akhirnya harus mengalami pemecatan. Pada tahun 1947, ia kembali ke Perancis dan pada tahun berikutnya ia diangkat sebagai maitre de recherché selama beberapa bulan di CNRS (Center National de la Recherche Scintifique/Pusat Penelitian Ilmiah Nasional). Pada tahun yang sama, ia menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Sorbonne, dengan disertasi Les Structures elementaires de la parente. Levi-Strauss dianggap sebagai pendiri strukturalisme, sebuah paham yang memegang bahwa kode terstruktur adalah sumber makna dan bahwa unsur-unsur struktur yang harus dipahami melalui hubungan timbal balik mereka. Lebih lanjut, bahwa struktur sosial adalahkebebasan dari kesadaran manusia dan ditemukan dalam mitos dan ritual. Secara singkat, itulah inti dari teori strukturalisme menurut pendapat Levi-Strauss.
Levi-Strauss banyak menghasilkan karya-karya tulis besar yang sangat menarik banyak perhatian banyak kalangan, baik dari intelektual maupun awam. Karya-karya terbesar tersebut antara lain: The Elementary Structures of Kinship (1949), Structural Anthropology (1958),The Savage Mind (1962), and the Mythologics, 4 vols. (1964–72). Mythologics sendiri terdiri dari tetralogi The Raw and The Cooked, From Honey to Ashes, The Origin of Table Manners, dan The Naked Man.

B.     Teori Strukturalisme Dan Penelitian Lévi-Strauss

Secara umum, istilah strukturalisme banyak dikenal dalam Filsafat Sosial. Filsafat Eropa modern sering menyebut bahwa strukturalisme adalah sebuah fenomena sosial. Lebih lanjut dikatakan bahwa fenomena itu tidak peduli seberapa dangkal beragam wujudnya. Secara singkat, strukturalisme adalah fenomena social yang secara internal dihubungkan dan diatur sesuai dengan beberapa pola yang tidak disadari. Hubungan-hubungan internal dan pola merupakan struktur, dan mengungkap struktur-struktur ini adalah objek studi manusia. Pada umumnya, sebuah struktur bersifat utuh, transformasional, dan meregulasi diri sendiri (self-regulatory). Strukturalisme adalah metodologi yang menekankan struktur daripada substansi dan hubungan daripada hal. Hal ini menyatakan bahwa sesuatu selalu keluar hanya sebagai elemen dari penanda suatu sistem.
Metodologi Struktural sesungguhnya berasal dari struktural linguistik dari Saussure, yang menggambarkan bahwa bahasa sebagai sebuah tanda dari aturan sistem sosial. Baru pada tahun 1940, ia mengusulkan bahwa fokus yang tepat penyelidikan antropologi berada di mendasari pola-pola pemikiran manusia yang menghasilkan kategori budaya yang mengatur pandangan dunia sampai sekarang dipelajari. Kemudian pada tahun 1960, Claude Levi-Strauss melanjutkanmetodologi ini, tidak hanya untuk antropologi (strukturalisme antropologi) tetapi, memang, untukpenanda semua sistem. Namum memang Levi-Strausslah pada umumnya yang dianggap sebagai pendiri strukturalisme modern. Melalui karyanya, strukturalisme menjadi tren intelektual utama di Eropa Barat, khususnya Perancis, dan sangat mempengaruhi studi tentang ilmu-ilmu manusia.
Pada tahun 1972, Levi-Strauss mengeluarkan bukunya yang berjudul Strukturalisme dan Ekologi menjelaskan secara rinci rincian prinsip dari apa yang akan menjadi antropologi struktural. Di dalamnya, ia mengusulkan bahwa budaya, seperti bahasa, terdiri dari aturan tersembunyi yang mengatur perilaku praktisi. Apa yang membuat budaya yang unik dan berbeda dari satu sama lain adalah aturan tersembunyi bagi pemahaman anggota tetapi tidak dapat mengartikulasikan, dengan demikian, tujuan antropologi struktural adalah untuk mengidentifikasi aturan-aturan ini. Dia mempertahankan budaya yang adalah proses dialektika: tesis, antitesis, dan sintesis.
Ahli antropologi mungkin menemukan proses berpikir yang mendasari perilaku manusia dengan memeriksa hal-hal seperti kekerabatan, mitos, dan bahasa. Lebih lanjut, bahwa ada realitas tersembunyi di balik semua ekspresi budaya. Selanjutnya strukturalis bertujuan untuk memahami makna yang mendasari pemikiran manusia yang terungkap melalui aktivitas budaya. Pada dasarnya, unsur-unsur budaya yang tidak jelas dalam dan dari dirinya sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem yang berarti. Sebagai model analitis, strukturalisme menganggap universalitas proses pemikiran manusia dalam upaya untuk menjelaskan “struktur dalam” atau makna yang mendasari yang ada dalam fenomena budaya.

C.     Implementasi Teori

Pada masa ini kita masih bisa banyak menemukan penelitian-penelitian yang menggunakan teori strukturalisme. Kita bisa mengambil contoh peneliti yang ingin mengetahui struktur pemikiran orang Surabaya sehingga dalam budayanya cenderung kasar, misalnya bahasa. Peneliti tersebut membandingkan dengan struktur pemikiran yang ada didalam budaya Yogyakarta yang cenderung lebih ramah. Antara Surabaya dan Yogyakarta yang walaupun kelihatannya berbeda sebenarnya ada sebuah struktur sama di dalam budaya. Dengan memahami struktur dalam budaya peneliti akan mengetahui sebuah keuniversalan dalam budaya. Mungkin itulah yang akan dikatakan oleh para ahli strukturalisme. Strukturalisme membantu memetakan pola perilaku manusia dalam budaya.

D. TANGGAPAN KRITIS

Secara umum, strukturalisme menuai banyak kritik dari sisi epistemology. Validitas penjelasan struktural telah ditentang dengan alasan bahwa metode strukturalis yang tidak tepat dan tergantung pada pengamat. Artinya unsur subjektivisme sangat erat dalam penelitian strukturalisme. Satu peneliti dan menghasilkan hasil yang sama sekali lain dengan peneliti lainnya.
Paradigma strukturalisme terutama berkaitan dengan struktur jiwa manusia, dan tidak membahas aspek sejarah atau perubahan budaya. Pendekatan sinkronis, yang menganjurkan sebuah “kesatuan psikis” dari semua pikiran manusia, telah dikritik karena tidak memperhitungkan tindakan manusia individu historis. Dalam pemikiran strukturalis, ide-ide yang bertentangan secara inheren ada dalam bentuk oposisi biner, namun konflik-konflik ini tidak menemukan resolusi. Dalam pemikiran Marxis struktural, pentingnya perubahan abadi dalam masyarakat adalah mencatat: “Ketika kontradiksi internal antara struktur atau dalam struktur tidak bisa diatasi, struktur tidak mereproduksi tetapi diubah atau berevolusi”. Selanjutnya, yang lain telah mengkritik strukturalisme karena kurangnya perhatian dengan individualitas manusia. Budaya relativis sangat kritis terhadap ini karena mereka percaya struktural “rasionalitas” melukiskan pemikiran manusia sebagai seragam dan seragam. Budaya selalu mengandung unsur relative di dalamnya dan tidak bisa disamakan atau diseragamkan. Selain mereka yang memodifikasi paradigma strukturalis dan kritik ada reaksi lain yang dikenal sebagai Meskipun poststructuralists dipengaruhi oleh ide-ide strukturalis diajukan oleh Levi-Strauss “pascastrukturalisme.”, Pekerjaan mereka memiliki lebih berkualitas refleksif. Pierre Bourdieu adalah pascastrukturalis yang “… melihat struktur sebagai sebuah produk ciptaan manusia, meskipun para peserta mungkin tidak sadar akan struktur”. Daripada gagasan strukturalis dari universalitas proses pemikiran manusia yang ditemukan dalam struktur pikiran manusia, Bourdieu mengusulkan bahwa proses berpikir dominan adalah produk dari masyarakat dan menentukan bagaimana orang bertindak. Lain reaksi terhadap strukturalisme didasarkan pada penyelidikan ilmiah. Dalam setiap bentuk penyelidikan yang bertanggung jawab, teori harus difalsifikasi. analisis struktural tidak memungkinkan ini atau untuk validasi eksternal.

KESIMPULAN

Pada bagian ini kami pemakalah akan sedikit memberikan rangkuman atas hasil pemaparan keseluruhan tulisan ini. Sekiranya ada dua hal yang ingin kami tekankan. Pertama,yaitu bahwa argument utama strukturalisme adalah bahwa dalam setiap budaya terdapat sebuah struktur yang universal, sama dimanapun dan kapanpun. Banyak penelitian yang menggunakan teori strukturalisme tersebut. Tujuannya untuk memahami pola dalam kebudayaan.
Kedua, nyatanya teori strukturalisme mendapatkan banyak kritik dan sorotan yang tajam. Salah satunya yang mengena adalah bahwa manusia merupakan makluk yang komplek. Kekomplekan itu juga terbawa dalam perilaku budaya yang mereka hasilkan pula. Jika manusia kompleks maka usaha untuk “menyeragamkan” manusia dengan sebuah struktur yang pasti sungguh sangat terdengar naïf. Strukturalisme memang baik sebagai sebuah metodologi memahami manusia dan budaya. Strukturalisme adalah alat dan bukan tujuan dalam memahami manusia dengan segala kekomplekannya.

Sabtu, 22 November 2014

Sekilas Tentang Teori Strukturalisme

SEKILAS TENTANG TEORI STRUKTURALISME

A. PENDAHULUAN
Sepanjang tiga atau empat puluh tahun silam, fungsionalisme dan strukturalisme barangkali merupakan tradisi intelektual yang terkemuka dalam teori sosial. Dalam beberapa aspek, strukturalisme dan fungsionalisme memiliki kesamaan asal usul, dan sama-sama memiliki sifat penting. Silsilah keduanya dapat ditelusuri kembali ke Durkheim, seperti yang tercermin untuk contoh fungsionalisme melalui karya Radcliffe-Brown dan Malinoski, dan untuk strukturalisme dalam karya Saussure dan Mauss.

Dalam karya Saussure secara berurutan karya para penulis aliran Praha, strukturalisme muncul sebagai pendekatan terhadap linguistik. Namun dalam bentuk teori sosial, strukturalisme paling tepat didefinisikan sebagai penerapan model-model linguistik yang dipengaruhi oleh linguistik struktural untuk menjabarkan fenomena sosial dan kultural.

Strukturalisme merupakan gerakan pemikiran yang kembali ke bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913). Dalam wacana ilmu-ilmu sosial, strukturalisme merupakan penerapan analisis bahasa ke wilayah sosial. Realitas sosial adalah “teks” atau bahasa, dan bahasa selalu memiliki dua sisi: bahasa sebagai parole (tuturan percakapan lisan sebagai sisi eksekutif bahasa) dan sebagai langue (sistem tanda atau tata bahasa), dan sebagai “tanda” (sign), dalam bahasa ada dua aspek: “penanda” (signifier) dan “petanda” (signified). Semenjak strukturalisme inilah muncul pendapat bahwa bahasa sebagai sistem tanda bersifat arbiter (arbitrary) .

Pergumulan antara ilmu sosial dan ilmu bahasa telah melahirkan perspektif baru yang membuka jalan bagi perkembangan kedua bidang ilmu tersebut. Ilmu bahasa semakin berkembang berkat penemuan-penemuan dalam bidang antropologi, demikian juga yang terjadi pada ilmu sosial atau antropologi yang perkembangannya banyak dipengaruhi oleh apra ahli bidang linguistik. Proses inilah yang kemudian melahirkan strukturalisme Levi-Strauss ini.


Untuk selanjutnya perkembangan teori dan teoritisi strukturalisme akan dideskripsikan melalui dua tokoh teori strukturalisme, yakni Ferdinand Saussure dan Levis-Strauss. Kedua teoritisi strukturalisme ini dalam teori-teori sosial memberikan kontribusi yang relatif dominan terkait kemunculan teori strukturalisme.

Kamis, 20 November 2014

Teori Sastra

Beranda

SENIN, 03 MEI 2010
Sosiologi Sastra
Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang pengarang sendiri ikut berada di dalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman, sementara sastrawan sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya. Wellek dan Warren membahas hubungan sastra dan masyarakat sebagai
berikut:

Literature is a social institution, using as its medium language, a social
creation. They are conventions and norm which could have arisen only in society.
But, furthermore, literature ‘represent’ ‘life’; and ‘life’ is, in large
measure, a social reality, eventhough the natural world and the inner or
subjective world of the individual have also been objects of literary
‘imitation’. The poet himself is a member of society, possesed of a specific
social status; he recieves some degree of social recognition and reward; he
addresses an audience, however hypothetical. (1956:94)


Senada dengan pernyataan diatas, Damono mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang (2003:1). Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahiu strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 2003:3).

Sosiologi adalah telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama, politik dan lain-lain — yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial— kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.

Sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat sebagai usaha manusia untuk menyesuakan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dengan demikian, novel dapat dianggap sebagai usaha untuk menciptakan kembali dunia sosial yaitu hubungan manusia dengan keluarga, lingkungan, politik, negara, ekonomi, dan sebagainya yang juga menjadi urusan sosiologi. Dapat disimpulkan bahwa sosiologi dapat memberi penjelasan yang bermanfaat tentang sastra, dan bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa sosiologi, pemahaman kita tentang sastra belum lengkap.

Rahmat Djoko Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat.


Pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap aspek dokumenter sastra dan landasannya adalah gagasan bahwa sastra merupakan cermin zamannya. Pandangan tersebut beranggapan bahwa sastra merupakan cermin langsung dari berbagai segi struktur sosial hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain. Dalam hal itu tugas sosiologi sastra adalah mengubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayal dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal usulnya. Tema dan gaya yang ada dalam karya sastra yang bersifat pribadi itu harus diubah menjadi hal-hal yang bersifat sosial. 

Strukturalisme dan Tokoh-tokoh Pencetusnya

Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks secara berdiri sendiri tidaklah penting. Unsur-unsur itu hanya memperoleh artinya di dalam relasi, baik relasi asosiasi ataupun relasi oposisi. Relasi-relasi yang dipelajari dapat berkaitan dengan mikroteks (kata, kalimat), keseluruhan yang lebih luas (bait, bab), maupun intertekstual (karya-karya lain dalam periode tertentu). Relasi tersebut dapat berwujud ulangan, gradasi, ataupun kontras dan parodi (Hartoko, 1986: 135-136).

Istilah kritik strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. tetapi umumnya strukturalisme mengacu kepada sekelompok penulis di Paris yang menerapkan metode dan istilah-istilah analisis yang dikembangkan oleh Ferdinan de Saussure (Abrams, 1981: 188-190). Strukturalisme menentang teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah ( tiruan kenyataan), teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan menentang teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yang cukup panjang dan berkembang secara dinamis. Dalam perkembangan itu terdapat banyak konsep dan istilah yang berbeda-beda, bahkan saling bertentangan. Misalnya, strukturalisme di Perancis tidak memiliki kaftan erat dengan strukturalisme ajaran Boas, Sapir, dan Whorf di Amerika. Akan tetapi semua pemikiran strukturalisme dapat dipersatukan dengan adanya pembaruan dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Jadi walaupun terdapat banyak perbedaan antara pemikir-pemikir strukturalis, namun titik persamaannya adalah bahwa mereka semua memiliki kaitan tertentu dengan prinsip-prinsip dasar linguistik Saussure 
(Bertens, 1985: 379-381).

Ferdinand de Saussure meletakkan dasar bagi linguistik modem melalui mazhab yang didirikannya, yaitu mazhab Jenewa. Menurut Saussure prinsip dasar linguistik adalah adanya perbedaan yang jelas antara signifiant (bentuk, tanda, lambang) dan signifie (yang ditandakan), antara parole (tuturan) dan langue (bahasa), dan antara sinkronis dan diakronis. Dengan klasifikasi yang tegas dan jelas ini ilmu bahasa dimungkinkan berkembang menjadi ilmu yang otonom, di mana fenomena bahasa dapat dijelaskan dan dianalisis tanpa mendasarkan dirt atas apa pun yang letaknya di luar bahasa. Saussure membawa perputaran perspektif yang radikal dart pendekatan diakronik ke pendekatan sinkronik. Sistem dan metode linguistik mulai berkembang secara ilmiah dan menghasilkan teori-teori yang segera dapat diterima secara luas. Keberhasilan studi linguistik kemudian diikuti oleh berbagai cabang ilmu lain seperti antropologi, filsafat, psikoanalisis, puisi, dan analisis cerita.
Jan Mukarovsky memperkenalkan konsep kembar artefakta-objek-estetik. Sastra dianggap sebagai sebuah fakta semiotik yang tetap. Teks-teks sastra dianggap sebagai suatu tanda majemuk dalam konteks luas yang meliputi sistem-sistem sastra dan sosial.
Sklovsky mengembangkan konsep otomatisasi dan deotomatisasi, yang serupa dengan konsep Roman Jakobson tentang familiarisasi dan defamiliarisasi. Dasar anggapan mereka adalah bahwa bahasa sastra sering kali memunculkan gaya yang berbeda dari gaya bahasa sehari-hari maupun gaya bahasa ilmiah. Struktur bahasa ini pun sering kali menghadirkan berbagai pola yang menyimpang dan tidak biasa.
Roland Barthes danJulia Kristeva(Strukturalisme Perancis) mengambangkan seni penafsiran struktural berdasarkan kode-kode bahasa teks sastra. Melalui kode bahasa itu, diungkapkan kode-kode retorika, psikoanalitis, sosiokultural. Mereka menekankan bahwa sebuah karya sastra haruslah dipandang secara otonom. Puisi khususnya dan sastra umumnya harus diteliti secara objektif (yakni aspek intrinsiknya). Keindahan sastra terletak pada penggunaan bahasanya yang khas yang mengandung efek-efek estetik. Aspek-aspek ekstrinsik seperti ideologi, moral, sosiokultural, psikologi, dan agama tidaklah indah pada dirinya sendiri melainkan karena dituangkan dalam cara tertentu melalui sarana bahasa puitik.
Teori strukturalisme sastra, sesuai dengan penjelasan di atas, dapat dipandang sebagai teori yang ilmiah mengingat terpenuhinya tiga ciri ilmiah.

ciri ilmiah tersebut adalah:
1.    Sebagai aktivitas yang bersifat intelektual, teori strukturalisme sastra mengarah pada tujuan yang jelas yakni eksplikasi tekstual,
2.    Sebagai metode ilmiah, teori ini memiliki cara kerja teknis dan rangkaian langkah-langkah yang tertib untuk mencapai simpulan yang valid, yakni melalui pengkajian ergosentrik,
3.    Sebagai pengetahuan, teori strukturalisme sastra dapat dipelajari dan dipahami secara umum dan luas serta dapat dibuktikan kebenaran cara kerjanya secara cermat.
Sumber : www.teori-sastratxt-notepad.pdf. corn

Topik yang berhubungan: